Beranda | Artikel
Faedah Sirah Nabi: Nabi Menyendiri dan Permulaaan Wahyu
Jumat, 20 April 2018

 

Pada pembahasan sebelumnya dijelaskan mengenai menyendirinya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di gua Hira dan bagaimana ibadah beliau sesuai petunjuk yang Allah berikan.

 

Dua Manfaat dari Tafakkur dengan Menyendiri

Pertama: Mengenal kekurangan diri seperti ‘ujub (menyombongkan kebaikan), kibr (merendahkan orang lain), dengki, riya’, dan lain-lain, kemudian beristighfar, bertaubat, dan kembali kepada Allah Ta’ala.

Kedua: Berdzikir kepada Allah Ta’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya, mengingat surga dan alam akhirat, perjalanan akhir seorang manusia, dan hal-hal lainnya yang bisa mengantarkan kepada ketaatan, dan jauh dari kemaksiatan.

 

Apa yang Dimaksud Menyendiri?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyendiri di gua Hira sebelum masa kenabian. Adapun setelah kenabian, maka bentuknya berubah dan caranya berganti dengan bentuk shalat tahajjud, qiyamullail tatkala manusia tidur. Sebelumnya, shalat tahajjud adalah kewajiban bagi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umat Islam, kemudian berubah menjadi mustahab (disunnahkan) bagi umat Islam.

Menyendiri di sini bukan modelnya kaum Sufi dan cara-caranya yang menyimpang, melainkan bangkit untuk shalat malam tatkala manusia tidur.

Qiyamullail dan membaca Al-Qur’an adalah bentuk menyendirinya seorang muslim yang dilakukan pada setiap malam. Dan itulah akhlak dan kebiasaan orang shalih sebagaimana disebutkan dalam hadits,

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ

Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat malam adalah kebiasaan orang shalih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa.” (HR. Al-Hakim, 1:308; Al-Baihaqi, 2:502; Ibnu ‘Adi dalam Al-Kamil, 1:220. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan sebagaimana dalam Lihat Irwa’ Al-Ghalil, no. 452, 2:199-200)

 

Catatan tentang Shalat Tahajud

Catatan tentang Shalat Tahajud

 

Permulaan Wahyu

Dari ‘Aisyah, Ummul Mukminin radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Wahyu yang pertama diturunkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah mimpi yang benar dalam tidur. Beliau tidak melihat dalam mimpi kecuali datang seperti falaq (fajar) Shubuh. Kemudian setelah itu, beliau suka menyendiri dan tempatnya adalah di gua Hira. Beliau menyendiri di dalamnya, beribadah selama beberapa malam. Sebelum meninggalkan keluarganya, beliau membawa bekal, kemudian kembali ke Khadijah radhiyallahu ‘anha, kemudian membawa bekal lagi untuk berikutnya. Itu terus berulang hingga datanglah kebenaran dalam kondisi beliau berada di gua Hira.” Masih berlanjut kisah ini hinga turunnya wahyu pertama.

Semoga Allah senantiasa memberikan kepada kita ilmu yang bermanfaat dan diberi taufik untuk beramal shalih.

 

Referensi:

  1. At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil Tafsir Juz-u Tabarak fi Sual wa Jawab. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Syaikh Abu ‘Abdillah Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah;
  2. Fikih Sirah Nabawiyah. Cetakan kelima, Tahun 2016. Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Zaid. Penerbit Darus Sunnah;
  3. Irwa’ AlGhalil fi Takhrij Ahadits Manar As-Sabil. Cetakan kedua, Tahun 1405 H. Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Penerbit Al-Maktab Al-Islami;
  4. Jaami’ li Ahkam Al-Qur’an (Tafsir Al-Qurthubi). Cetakan pertama, Tahun 1428 H. Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Anshari Al-Qurthubi. Penerbit Darul Fikr.

Artikel Kajian Masjid Al-Azhar Karangrejek Wonosari, 13 April 2018

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com


Artikel asli: https://rumaysho.com/17457-faedah-sirah-nabi-nabi-menyendiri-dan-permulaaan-wahyu.html